MURID BARU

Posted On Juli 22, 2009

Disimpan dalam Uncategorized

Comments Dropped one response

Tidak hanya anak yang bingung. Orang tua pun lebih bingung.  Ketika hari penerimaan calon anak didik baru tiba, menyemut orang tua dengan anaknya menuju sekolah yang difaforitkan. Mereka itu rata-rata siswa yang memiliki angka hasil ujian nasional bagus. Namun, nilai bagus pun tidak cukup.  Orang tua harus berduit. Lho? Iya, sebab semurah-murahnya sekolah faforit duitnya pasti banyak.  Dan itu sudah menjadi rahasia umum. 

Ada siswa yang memiliki nilai lumayan bagus, rata-rata 9. Ketika ditanya mengapa tidak ke sekolah faforit, jawabnya sangat enteng, “Tidak punya biaya. Sekolah di sana mahal”. Lalu bagimana dengan iklan sekolah gratis?  Tentang sekolah gratis ini ada cerita menarik.  Maghrib itu saya pulang dari Yogya. Super Cup 83 yang saya naiki ternyata kempes di jalan.  Saya cari tukang tambal ban. Sambil menunggu hasil tambal jadi, ngobrollah saya dengan si Bapak dari 10 anak itu. 

“Pak,  pinten putranipun”?’.  “Selusin (sepuluh)”, jawabnya singkat. Saya semakin bernafsu untuk mengorek Bapak tua itu. “Ingkang sekolah taksih pinten, Pak?”.  “Lha wong sing lulus lagi papat, kok Mas. Sik lulus seka SMEA (sekarang SMK N I Wonosari) ini juara terus,  Mas. Ning wis tak pesen. nek ora ketampa  STAN ya wis  ora usah kuliah!”.

“Eman, Pak. Mbok ken daftar sanes”.

“Lha duwite kuwi mas. Sekolah gratis ki jebule mung ana TV. Nyatane, ngendi-endi bayar”.  Jawaban Pak Tukang Tambal Ban itu menyulutku untuk menawarkan dahaga di siang bolong. “Enten lho, Pak,  sekolah gratis. SMIK utawai Al-Hikmah Karangmojo”. Pancinganku  berhasil, ” Sekolah napa niku, Mas?”.  Saya jelaskan lumayan detail tentang Pondok Al-Hikmah Karang mojo dengan segala kependidikannya. Juga saya jelaskan tentang Pondok Syaikh AL-Albany Ponjong dengan kemudahan sekolah. Bahwa sampai saat ini kedua lembaga tersebut belum merepotkan pembiayaan pendidikan santri/siswanya kepada orang tua/wali.

Kembali ke awal,

Sekarang,  siapa yang akan ngurusi siswa yang kebetulan bernilai UN rendah. Rata-rata hanya di bawah angka 5? Bukankah mereka juga berhak menikmati pendidikan yang bagus?  Semua tahu, ngurusi siswa “cerdas” lebih mudah daripada ngurusi siswa “bodoh”. Bagaimana jika hal itu menimpa anak/keluarga kita: lemah, bodoh, tak berduit lagi? 

Kata singkat:  siswa yang kurang pinter, kurang uang  masih terpinggirkan. Mereka harus terima dengan sekolah yang belum bisa daikatakan bermutu.

Ada ketentuan, sekolah/madrasah perlu mengadakan tes penjaringan calon peserta didik baru. Dan itu lumrah yang terjadi. Bagi sekolah/madrasah yang pendaftarnya melebihi kuota, mereka memilih siswa yang mempunyai nilai bagus. Tapi, ada madrasah (MTsN)  meskipun pendaftarnya lebih tidak mengadakan seleksi. Yang mereka lakukan menutup pendaftaran ketika kuota  telah terpenuhi. Hasilnya: ada yang bernilai Un 10, tetapi ada juga yang di atas 27. Ada yang persis Harus, murid  penentu berlangsungnya sekolah dalam LAskar Pelangi.  Artinya ada yang rata-rata nilainya 3 dan ada pula yang 9,…. . Madrasah tersebut sebenarnya melandasi pendidikannya dengan tidak akan  membedakan si pinter dengan si bodoh. Prinsip yang dipegang semua anak bangsa sama: berhak mendapat pendidikan yang layak. 

Ketika pengumuman peneremaan tiba, madrash tersebut banyak di datangi calon peserta didik diseertai orang tuanya. Mereka ingi n agar bisa diterima di madrasah tersebut. Mereja kecewa. Merajuk, bahkan ada yang ngrundel. Tetapi, sikap madrasah itu tetap istiqomah. “Maaf, pendaftaran telah tutup sejak kuota terpenuhi”, jawab panitia PPPDB 2009/2010. 

Itulah, dinamika murid baru dan penerimaannya.

1 Responses to “MURID BARU”

  1. buletinguruindonesia

    Wah sangt menarik tulisan jenengan dan bermanfaat gmana kalau tulisannya dikirim dan filengkapi data n foto sehingga karya sdr memiliki isbn/issn khusus dlm dunia pendidikan

Tinggalkan komentar